! Head Line ! Hikmah ! Median ! Kabudayan ! Talang 17-an ! Kolom Cak Nun ! Forum ! Lain-Lain ! Beranda !
__________________________________________________________________________________________________________________

Edisi 2

Sulaiman dan Burung Gagak

 Suatu hari, Allah mengirim malaikat untuk memberi tahu Raja Sulaiman bahwa tugasnya di dunia ini segera berakhir; untuk mencabut nyawanya. Ketika malaikat menyampaikannya, Sulaiman menyatakan ingin tahu keadaan dunia sepeninggalnya.

Malaikat itu pun pergi. Allah bersabda, “Aku beri Sulaiman waktu empat puluh hari. Katakan bahwa selama empat puluh hari ia harus mencari tahu yang akan terjadi setelah dia meninggal.”

Malaikat itu datang kembali dan mengatakan segalanya. Sulaiman pun mencari berita tentang masa depan kehidupan sepeninggalnya. Dia bertemu dengan gagak berumur 2500 tahun. Setelah tahu maksud Sulaiman, si gagak mengisahkan perjalanan hidupnya.

“Suatu kali aku pernah terjebak dalam musim dingin ganas hingga hampir mati. Waktu itu aku hinggap di menara masjid dari emas. Ketika kulayangkan pandang ke bawah, di masjid sedang dilaksanakan sembahyang. Para lelaki berjenggot putih berderet di saf terdepan, yang berjenggot hitam di belakangnya, dan yang belum berjenggot di saf terbelakang. Ketika selesai, mereka melihat ke atas, dan melihatku. Salah seorang jemaat berkata, “Burung malang, tentu ia kelaparan. Ayo kita potong seekor kerbau, dagingnya kita berikan kepadanya.” Mereka pun menyembelih seekor kerbau, lalu memberikan dagingnya untuk kumakan.

Seratus tahun kemudian musim dingin kejam itupun berulang. Aku terbang di negeri asing dan hinggap di menara masjid dari perak. Saat  itu aku juga menyaksikan sembahyang jemaat. Lelaki berjenggot hitam berada di saf terdepan, yang berjenggot putih berada di belakangnya, dan yang belum berjenggot di saf terbelakang. Ketika sembahyang selesai, seorang dari mereka melihatku di atas menara, katanya, “Mungkin gagak itu kelaparan. Ayo kita sembelih seekor kambing dan kita berikan kepadanya.” Mereka kemudian menyembelih seekor kambing, dan setelah aku makan, akupun terbang berlalu.

Seratus tahun kemudian, datang lagi musim dingin dahsyat itu. Akupun terbang dan hinggap di sebuah menara masjid dari tembaga ketika sembahyang jemaat tengah berlangsung. Yang berada di saf terdepan adalah para lelaki yang tak berjenggot, dibelakangnya para lelaki berjenggot hitam, dan paling belakang adalah para lelaki berjenggot putih. Ketika upacara selesai, seseorang melihatku di atas menara, katanya lantang, “Lihat itu! Ada gagak di menara. Ambil bedil! Kita tembak saja!” Berhamburlah mereka mengambil senjata. Menyadari bahaya itu, segera saja aku kabur menyelamatkan diriku yang kelaparan.

“Nah, kamu tentu tahu kesimpulannya. Kembalilah ke kerajaanmu dan terimalah kehendak Allah.”

(Disarikan dari : Kisah Humor Sufi II, Pustaka Firdaus, 2000)

 

Edisi 1

Doa yang Baik

Suatu ketika beberapa anak mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu sebab ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri sebab memang begitulah peraturannya.

     Seorang anak, Ahmad, mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 besar. Dibanding semua lawannya, mobil Ahmad adalah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.

     Namun, sesaat sebelum mulai Ahmad meminta waktu sebentar untuk berdoa. Matanya terpejam dan tangannya bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian ia berkata, "Ya, aku siap!".

     Dor! Pertandingan dimulai! Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing. "Ayo..ayo... cepat..cepat, maju..maju", teriak mereka. Aha...sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finis pun telah terlambai. Ternyata, pemenangnya adalah Ahmad. Semuanya senang, begitu juga Ahmad. Ia berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Alhamdulillah, terima kasih."

     Saat pembagian piala tiba Ahmad maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya, "hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Allah SWT agar kamu menang, bukan?". Ahmad terdiam. "Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan" kata Ahmad.

     Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Allah SWT untuk menolong kita mengalahkan saudara kita yang lain. "Aku, hanya bermohon pada Allah SWT, supaya aku tak menangis jika aku kalah."

     Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.

 Sumber : Aldakwah.org